2014/07/03

PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI LOMBOK

Lombok Tengah [Sasak.Org] Ketika saya diamanahi menjadi Manajer UPK P2KP di Desa, saya mencetuskan tabungan Maulid. Sebagai anak bangse Sasak, saya memahami masa-masa dimana masyarakat Lombok khususnya di Lombok Tengah bagian barat sampai Lombok Barat dan Mataram mengeluarkan uang yang lumayan besar pada maulid, lebaran, isra’ mi’raj, musim masuk anak sekolah, dan ketika keluarga meninggal.
Tabungan Maulid hanya diambil saat maulid, tabungan lebaran hanya diambil saat lebaran, dan tabungan umum boleh diambil kapan saja. Seperti saat ini, mulai tanggal 5 Rabi’ul Awwal sampai 30 Rabi’ul awaal, diadakan peringatan maulid Nabi Muhammad Saw. Biasanya setiap kampung memiliki tanggal khusus untuk perayaannya sehingga bisa saling undang antara keluarga yang jauh atau lain kampung. Dikampung saya sejak dulu memilih tanggal 20 Rabi’ul Awaal.
Salah satu sajian maulid di Lombok
Salah satu sajian maulid di Lombok
Berbagai panganan langka bagi orang kampung tersedia dihari peringatan maulid, poteng dengan jaje tujaknya, banget rasun, wajik, dan jajan basah lainnya. Untuk lauk pauknya, daging sudah terasa kayak tempe, sate, ikan,dan lauk pauk khas sasak lainnya yang dimasak dengan ‘ragi’ berat. Sebulan penuh hampir seluruh wilayah makan enak, karena sifatnya saling undang antar kampung.
Maulid sendiri bukan sebuah syariat yang diperintahkan agama. Bahkan, di sebuah desa di Lombok Barat, pernah terjadi pengusiran sekeluarga karena mereka mengharamkan maulid dan men’syiar’kannya ke warga yang lain. Fatal akibatnya, tapi maulid telah melahirkan kreatifitas dakwah dalam merayakannya. Memperbanyak shalawat, tausiyah, silaturrahim, berinfaq dengan makanan yang enak, termasuk berinfaq untuk membantu biaya sunatan massal gratis.
Maulid nabi tidak ada di zaman Rasulullah Saw, di zaman khalifaturrasyidin, tab’iin, zaman perawi hadist. Menurut sebagian sejarawan, maulid hadir ketika masa perang salib. Shalahuddin Al Ayyubi, melihat langsung efek perayaan natal dalam meningkatkan semangat juang tentara salib. Sehingga beliau mengadakan peringatan maulid dengan membaca al-maghâzî, yaitu cerita-cerita perang Nabi Saw. Di dalamnya berisi tentang bagaimana Nabi mengorganisir tentaranya dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, bagaimana Makkah itu sendiri ditaklukkan pada yawm alfath, dan cerita-cerita heroik mengenai para sahabatnya.
Pembacaan almaghâzî seolah-olah dimaksudkan untuk mengingatkan pasukan Islam waktu itu, bahwa Nabi Saw adalah seorang jenderal dan ahli perang, dan para sahabatnya adalah tentara-tentara yang tidak pernah mengenal kalah.
Melalui peringatan maulid, maka semangat juang pasukan Islam termotivasi untuk bangkit. Mereka memerangi tentara Salib dengan semangat yang tinggi, dan berhasil mengusirnya dari dunia Islam untuk selamanya. Inilah permulaan dari akhir Perang Salib.
Sebagian besar ulama mengetahui sejarah lahirnya maulid seperti di atas, dan menganggapnya bid’ah. Karena merupakan kreativitas, maka orang berbeda pendapat menilainya. Ada yang menerima, dan ada yang menolak. Bahkan di Saudi Arabia pun yang menganut secara resmi paham kebid’ahan maulid, masih banyak orang yang mencuri-curi untuk mengadakan maulid. Salah satunya adalah Zaki Yamani, menteri perminyakan yang kemudian dipecat oleh Raja Fahd.
Pembacaan syair-syair Dibba’i, Barzanji, dan sebagainya, dalam peringatan Maulid Nabi di masjid-masjid di Lombok  pada dasarnya berkaitan dengan kecintaan kepada Nabi. Hal ini sama halnya ketika seorang anak yang baru lahir dibacakan Barzanji, yang juga menjadi semacam doa kepada Allah melalui pernyataan kecintaan kepada Nabi. Ide shalawat sebenarnya ialah mendoakan Nabi. Ustad-ustad di pesantren biasanya menerangkan bahwa Nabi itu diibaratkan sebuah gelas yang sudah penuh. Dengan membaca shalawat berarti kita mengisi lagi gelas yang sudah penuh itu, sehingga airnya meluber dan tumpah. Tumpahannya itulah konon yang dianggap sebagai berkah atau syafaat Nabi.
Maulid Nabi juga menjadi medium untuk mengembangkan rasa keindahan yang suci. Tetapi perlu dicatat bahwa dalam Islam sebenarnya tidak ada seni yang suci; semua seni adalah dekoratif ornamental. Namun, melalui perkembangan sejarah Maulid itu sendiri, diciptakanlah literatur yang serbaindah, termasuk yang paling terkenal yaitu Dibba’i dan Barzanji, dan itu menjadi ekspresi seni dengan nilai estetika yang sangat tinggi.
Maulid bukan syariat, tidak berdosa bila tidak melakukannya. Jika kita menganggap perayaan maulid adalah dosa, sampaikan dakwah kita dengan ‘hikmah’, bila kita di tolak, tanggapi dengan ‘hasanah’.
Wallahua’lam. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar