Lombok Tengah [Sasak.Org] Ketika saya
diamanahi menjadi Manajer UPK P2KP di Desa, saya mencetuskan tabungan
Maulid. Sebagai anak bangse Sasak, saya memahami masa-masa dimana
masyarakat Lombok khususnya di Lombok Tengah bagian barat sampai Lombok
Barat dan Mataram mengeluarkan uang yang lumayan besar pada maulid,
lebaran, isra’ mi’raj, musim masuk anak sekolah, dan ketika keluarga
meninggal.
Tabungan Maulid hanya diambil saat
maulid, tabungan lebaran hanya diambil saat lebaran, dan tabungan umum
boleh diambil kapan saja. Seperti saat ini, mulai tanggal 5 Rabi’ul
Awwal sampai 30 Rabi’ul awaal, diadakan peringatan maulid Nabi Muhammad
Saw. Biasanya setiap kampung memiliki tanggal khusus untuk perayaannya
sehingga bisa saling undang antara keluarga yang jauh atau lain kampung.
Dikampung saya sejak dulu memilih tanggal 20 Rabi’ul Awaal.
Berbagai panganan langka bagi orang
kampung tersedia dihari peringatan maulid, poteng dengan jaje tujaknya,
banget rasun, wajik, dan jajan basah lainnya. Untuk lauk pauknya, daging
sudah terasa kayak tempe, sate, ikan,dan lauk pauk khas sasak lainnya
yang dimasak dengan ‘ragi’ berat. Sebulan penuh hampir seluruh wilayah
makan enak, karena sifatnya saling undang antar kampung.
Maulid sendiri bukan sebuah syariat yang
diperintahkan agama. Bahkan, di sebuah desa di Lombok Barat, pernah
terjadi pengusiran sekeluarga karena mereka mengharamkan maulid dan
men’syiar’kannya ke warga yang lain. Fatal akibatnya, tapi maulid telah
melahirkan kreatifitas dakwah dalam merayakannya. Memperbanyak shalawat,
tausiyah, silaturrahim, berinfaq dengan makanan yang enak, termasuk
berinfaq untuk membantu biaya sunatan massal gratis.
Maulid nabi tidak ada di zaman
Rasulullah Saw, di zaman khalifaturrasyidin, tab’iin, zaman perawi
hadist. Menurut sebagian sejarawan, maulid hadir ketika masa perang
salib. Shalahuddin Al Ayyubi, melihat langsung efek perayaan natal dalam
meningkatkan semangat juang tentara salib. Sehingga beliau mengadakan
peringatan maulid dengan membaca al-maghâzî, yaitu cerita-cerita perang
Nabi Saw. Di dalamnya berisi tentang bagaimana Nabi mengorganisir
tentaranya dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, bagaimana
Makkah itu sendiri ditaklukkan pada yawm alfath, dan cerita-cerita
heroik mengenai para sahabatnya.
Pembacaan almaghâzî seolah-olah
dimaksudkan untuk mengingatkan pasukan Islam waktu itu, bahwa Nabi Saw
adalah seorang jenderal dan ahli perang, dan para sahabatnya adalah
tentara-tentara yang tidak pernah mengenal kalah.
Melalui peringatan maulid, maka semangat
juang pasukan Islam termotivasi untuk bangkit. Mereka memerangi tentara
Salib dengan semangat yang tinggi, dan berhasil mengusirnya dari dunia
Islam untuk selamanya. Inilah permulaan dari akhir Perang Salib.
Sebagian besar ulama mengetahui sejarah
lahirnya maulid seperti di atas, dan menganggapnya bid’ah. Karena
merupakan kreativitas, maka orang berbeda pendapat menilainya. Ada yang
menerima, dan ada yang menolak. Bahkan di Saudi Arabia pun yang menganut
secara resmi paham kebid’ahan maulid, masih banyak orang yang
mencuri-curi untuk mengadakan maulid. Salah satunya adalah Zaki Yamani,
menteri perminyakan yang kemudian dipecat oleh Raja Fahd.
Pembacaan syair-syair Dibba’i, Barzanji,
dan sebagainya, dalam peringatan Maulid Nabi di masjid-masjid di Lombok
pada dasarnya berkaitan dengan kecintaan kepada Nabi. Hal ini sama
halnya ketika seorang anak yang baru lahir dibacakan Barzanji, yang juga
menjadi semacam doa kepada Allah melalui pernyataan kecintaan kepada
Nabi. Ide shalawat sebenarnya ialah mendoakan Nabi. Ustad-ustad di
pesantren biasanya menerangkan bahwa Nabi itu diibaratkan sebuah gelas
yang sudah penuh. Dengan membaca shalawat berarti kita mengisi lagi
gelas yang sudah penuh itu, sehingga airnya meluber dan tumpah.
Tumpahannya itulah konon yang dianggap sebagai berkah atau syafaat Nabi.
Maulid Nabi juga menjadi medium untuk
mengembangkan rasa keindahan yang suci. Tetapi perlu dicatat bahwa dalam
Islam sebenarnya tidak ada seni yang suci; semua seni adalah dekoratif
ornamental. Namun, melalui perkembangan sejarah Maulid itu sendiri,
diciptakanlah literatur yang serbaindah, termasuk yang paling terkenal
yaitu Dibba’i dan Barzanji, dan itu menjadi ekspresi seni dengan nilai
estetika yang sangat tinggi.
Maulid bukan syariat, tidak berdosa bila
tidak melakukannya. Jika kita menganggap perayaan maulid adalah dosa,
sampaikan dakwah kita dengan ‘hikmah’, bila kita di tolak, tanggapi
dengan ‘hasanah’.
Wallahua’lam. []
Wallahua’lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar